- U-Report
VIVAnews - Di beberapa desa sepanjang Sungai Tabir, Kabupaten Merangin, Provinsi Jambi terdapat sebuah tradisi yang dilakukan Marga Batin setiap tahun pada minggu terakhir menjelang Ramadan. Tradisi ini dikenal dengan “Bantaian atau Bantaian Adat” penduduk asli menyebutnya “bantae atau babantae”.
Pada tradisi ini warga melakukan penyembelihan kerbau atau sapi. Dahulu tradisi Bantaian Adat diselenggarakan lima desa atau kelurahan, yaitu Rantau Panjang, Seling, Kapuk, Pulau Aro, dan Muara Jernih. Biasanya hari pelaksanaan Bantaian disesuaikan antara kelima desa atau kelurahan agar hari pelaksanaannya tidak bersamaan. Sekarang semua desa dan kelurahan sudah dimekarkan, sehingga makin bertambah desa yang menyelenggarakan tradisi itu.
Belum ada yang tahu pasti kapan dan kenapa ada tradisi Bantaian Adat. Tapi yang pasti dalam tradidi itu ada hewan yang disembelih. Umumnya kerbau, namun terkadang sapi milik warga setempat atau sengaja dibeli dari desa tetangga.
Warga yang ingin mendapatkan daging dikenakan biaya berdasarkan harga beli hewan yang disembelih. Agar warga mudah mendapatkan bagian daging yang jumlahnya lebih banyak adalah menjadi anggota kelompok dan membayar iuran atau cicilan sejak setahun sebelumnya, untuk tahun ini kami membayar sampai Rp250 ribu per angota.
Pada hari bantaian banyak warga yang mengonsumsi sepuas-puasnya makanan dan minuman yang mereka suka di siang hari. Harapannya, ketika sudah mulai berpuasa keinginan serupa bisa ditahan karena sudah “dibantai” pada Hari Bantaian.
Beberapa hari sebelum tradisi bantaian digelar pasar rakyat, dimana pedagang menjual makanan, alat rumah tangga, pakaian, keperluan selama Ramadan, dan persiapan untuk Lebaran.
Mencicipi makanan yang dijual, bermain aneka permainan, dan berbelanja baju Lebaran adalah beberapa kesenangan yang disuguhkan selama prosesi tradisi Bantaian Adat.