Distorsi Patung MH Thamrin

Patung MH Thamrin diresmikan
Sumber :

VIVAnews - Sudah tepatkah posisi peletakan patung MH. Thamrin, yang baru diresmikan pada 18 Juni 2012 oleh Bapak Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo? Bagaimana sebaiknya meletakkan patung pada koridor, yang telah menjadi landmark sekaligus backbone dari ibukota republik ini? Sungguh sayang bila keberadaan patung yang memakan biaya lebih kurang 2 miliar rupiah tersebut, kontra produktif.

Polisi Periksa 13 Saksi Kasus Tewasnya Anggota Polresta Manado di Mampang Jakarta Selatan

Poros Jalan Medan Merdeka–Thamrin–Sudirman tak pernah sepi dari drama perkotaan, yang selalu hadir menghiasi etalase jalan ibu kota. Poros yang dibangun sekitar 1950-an oleh Ir. Soekarno ini, seakan tak pernah sepi dari riuh-rendahnya keramaian dan atraksi kota Jakarta. Di poros ini pula banyak terdapat kantor swasta dan multinasional sehingga menjadi simbol bisnis ibukota.

Banyak kejadian penting telah menghiasi poros Medan Merdeka–Thamrin–Sudirman. Dari peristiwa G 30 S PKI, Malari, hingga Reformasi yang seakan menjadi saksi bisu sejarah berdirinya republik ini. 

Jokowi Beri Tugas Baru ke Luhut Urus Sumber Daya Air Nasional

Kejadian menarik keseharian pun sering menghiasi poros ini. Sebut saja, demo mahasiswa, demo buruh, demo ibu-ibu dari yang simpatik sampai yang mengganggu dan pawai-pawai tahunan. Bahkan acara mingguan seakan silih berganti dan tidak pernah sepi. Ya, poros ini seperti seperti tidak pernah kehabisan lakon (peran), yang tampil di jalanan ibukota Jakarta. 

Hal serupa juga dilakukan oleh penguasa dengan menambahkan patung yang tidak lebih sebagai Urban Signature, penanda masa pemerintahannya. Keberadaan karya seni (urban sculpture) yang menghiasi poros tersebut, menambah semaraknya poros Medan Merdeka–Thamrin–Sudirman.

Ada 4,14 Juta Temuan di Google jika Klik Kata Ini

Ada pun karya seni yang telah menghiasi antara lain, patung Arjuna dengan bundaran Bank Indonesia di depan gedung Bank Indonesia, Tugu Selamat Datang dengan bundaran Hotel Indonesia di depan Grand Indonesia, Patung Jenderal Sudirman di depan wisma BNI, Tugu Gelora Pemuda dengan bundaran Senayan di depan Panin Centre.  

Keberadaan urban sculpture tersebut menjadi landmark suatu daerah atau pengarah jalan. Sebut saja patung Sudirman yang diresmikan Gubernur Sutiyoso beberapa tahun silam. Keberadaannya yang tepat berada di ujung Jalan Sudirman, sehingga dapat mempertegas batas jalan Sudirman dan Thamrin, yang semula batas jalan tersebut ditandai oleh adanya jembatan dukuh atas.

Di era sebelumnya, pada masa Presiden Soeharto tepatnya pada tahun 1987, dibangun patung Arjuna Wiwaha atau Asta Brata di ujung Jalan Medan Merdeka Barat. Posisinya bersanding dengan bundaran Bank Indonesia. Makna dari simbolisasi patung ini adalah Asta Brata itu meliputi falsafah bahwa hidup harus mencontoh bumi, matahari, api, bintang, samudra, angin, hujan dan bulan. Di bagian patung itu menempel prasasti bertuliskan, “Kuhantarkan kau melanjutkan perjuangan dengan pembangunan yang tidak mengenal akhir.”

Kini, tak Jauh dari patung Arjuna Wiwaha, berdiri patung MH. Thamrin yang letaknya juga berada di kawasan bundaran Bank Indonesia, tepat di ujung Jalan Medan Merdeka Selatan. Keberadaan patung baru yang tidak memiliki konektivitas dengan patung Arjuna Wiwaha tersebut, dapat menghilangkan makna dan simbolisasi dari patung sebelumnya. 

Bila kita mengacu pada prinsip teori Perancangan Kota, bila terlalu banyak landmark pada suatu wilayah, simbol-simbol tersebut tidak akan pernah dapat memiliki pemaknaan yang berarti, pada suatu kawasan. Karena landmark sebelumnya dapat kehilangan arti karena adanya simbolisasi yang baru. 

Dalam konsep perancangan kota disebutkan pula, apabila ingin menampilkan landmark dalam satu kawasan, sebaiknya keduanya memiliki hubungan atau keterkaitan. Sehingga keberadaan landmark satu dan lainnya saling memperkuat, dan dapat menimbulkan alur cerita dan memiliki makna.

Keberadaan patung MH. Thamrin secara urban sculpture dapat menghiasi dan menambah semarak ibukota. Namun di  sisi lain, keberadaan patung MH Thamrin dapat mengubah pola “langgam” yang telah terbentuk kuat pada poros Medan Merdeka–Thamrin–Sudirman. Karena bila dilihat dari sisi peletakan patung tersebut, terlihat disorientasi terhadap pola yang telah terbentuk selama ini.

Hal tersebut terjadi, karena lokasi dan peletakan patung tersebut terlalu dipaksakan. Sehingga kurang memaknai suatu wilayah yang memiliki karakter yg sudah cukup kuat.

Sebaliknya jika posisi dan tata letak patung MH. Thamrin dapat mengikuti pola yang sudah ada, maka keberadaan poros Medan Merdeka–Thamrin–Sudirman akan lebih kuat dan memiliki makna yang lebih, apabila posisinya terletak di jalan MH. Thamrin. 

Atau solusi lainnya meletakan patung tersebut di daerah lapangan sepak bola Petojo, yang secara historis memiliki keterkaitan dengan tokoh pahlawan nasional asal Betawi tersebut. Mungkinkah hal ini akan dipikirkan oleh guberbur terpilih nanti? 

Dan akan lebih baik lagi apabila patung tersebut dapat dinikmati langsung oleh masyarakat, khususnya pejalan kaki bukan dinikmati pengguna kendaraan. Seperti yang sudah terbentuk pada patung-patung sebelumnya, yang berlokasi di poros tersebut.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya